#5 Keisengan Sabtu Pagi



Sembari memakai kaus putih polos melewati kepalanya yang masih agak basah karena malas menggunakan handuk, Tara berjalan santai ke arah dapur kecilnya dan mulai menyiapkan beras untuk sarapan adiknya hari ini. Secangkir? pikir Tara karena ia tidak akan ada di apartemen sampai mungkin sore atau bahkan malam nanti. Tapi karena Ayra kemungkinan tidak akan keluar rumah sama sekali, akhirnya Tara memutuskan untuk menambah satu cangkir lagi, kalau-kalau Ayra masih lapar sampai nanti sore.

Puas dengan penakaran air menggunakan telunjuknya, Tara menyalakan penanak nasi lalu menoleh ke jam dinding hitam di atas sofa ruang tengah yang menyambung dengan dapur. Merasa masih ada cukup waktu sebelum jalanan mulai ramai dan menyebalkan, Tara bergeser sedikit dari meja kompor, membuka pintu kulkas untuk mengambil bawang merah, bawang putih, kacang polong, jagung pipil, telur, dan sosis. Bumbu dan margarin lalu ia ambil dari laci di bawah meja kompor. Kemudian setelah semua bahan sudah tersusun rapi di atas meja, Tara mencabut selembar post-it dari pintu kulkas, dan mulai menulis.


"Masak sendiri ya, sorry gue buru-buru. Mau pacaran."

Tara mendengus geli sendiri setelah menulis pesan untuk adiknya yang masih nyenyak. Biasanya pada akhir pekan, kakak-beradik ini akan sama-sama bangun siang, lalu bahu-membahu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah. Ayra akan mengurusi baju kotor, lalu dengan bahan-bahan yang tadi telah ia siapkan, Tara akan memasak menu sarapan kesiangan andalannya, nasi goreng. Andalan karena itu satu-satunya jenis masakan yang bisa ia masak dengan tingkat kegagalan yang cukup rendah. Plus, Ayra tampaknya suka sekali menyantap nasi goreng buatannya. Alah bisa karena biasa?


Ayra mungkin akan sedikit kesal karena tiba-tiba ditinggal pergi tanpa makanan matang, ditambah pesan dari Tara yang sebenarnya bisa saja disampaikan dari kemarin malam. Tapi Tara merasa sedang ingin menggoda adik kecilnya itu hari ini. Sedikit keisengan untuk membuka akhir pekan terkadang terasa cukup menyenangkan, bisa bertindak spontan seperti ini, menjadi satu dari banyak hal yang ia rindukan selepas tidak lagi menyandang status mahasiswa, dan lulus studi dengan digantungi selempang bertuliskan "orang dewasa". Selempang yang ia tahu tidak boleh ia abaikan, namun sudut kecil hatinya merajuk, memohon, dan merengek sembari berkata "aku belum siap, aku belum siap."

Tara menghela napas berat. Dia mendadak ingin sekali makan es krim. Entah untuk menenggelamkan kegetiran yang tiba-tiba terasa di ujung bibirnya, atau untuk membekukan otaknya dari pikiran-pikiran frustasi semacam ini. Nanti malam dia akan beli satu atau dua karton es krim, mungkin Ayra juga mau. Adiknya itu tidak akan bisa menolak setidaknya satu atau dua belas suap es krim. Juga sebagai bentuk permintaan maaf karena Tara meninggalkan Ayra tanpa sarapan. Bahkan Tara mungkin bisa sekalian mengajak Tasya main ke apartemennya, ikut menikmati es krim sembari menonton KeramatMunafik, atau semacamnya. Entahlah, ia hanya ingin pikirannya teralihkan pada hal lain, apapun untuk menghindari lamunan-lamunan pahit semacam ini. 
Tara menggosok mukanya dengan keras, sekali lagi menarik napas panjang, dan beranjak ke kamar tidurnya. 

Di tepi kasur, ponselnya masih menempel pada kabel pengisi dayanya. Tara meraih dompet di atas meja kecil dekat pintu, dan mencabut ponselnya untuk melihat apakah ada balasan dari Tasya untuk pesannya semalam, soal ponsel Tara yang mati kehabisan daya sepulang kerja.

 Tasya
 Ya
 05.42

10 menit lalu, sepertinya Tasya baru bangun. Bergegas karena tidak mau terjebak jalanan ramai, Tara menyambar kunci city car keluaran 2012 yang dulu biasa dipakai Ibunya pulang-pergi Jakarta-Bogor untuk memantau bisnis restoran dan kateringnya. Mobil yang cuma dia pakai sesekali, terutama kalau harus bepergian entah bersama Tasya atau Ayra. Selain demi menghemat pengeluaran bensin, Tara juga segan menggunakan barang pemberian Ibunya kalau tidak terpaksa. Hari ini, salah satu hari dia terpaksa harus mengalahkan rasa segannya, dibandingkan harus membuat Tasya misuh-misuh karena kesal menunggu taksi online yang tak kunjung datang membawa mereka ke tempat bubur.

Tara menyambar sweater abu-abu yang dia pakai bukan untuk melawan dingin, tapi sebagai usaha untuk menutupi perutnya yang mulai membuncit semenjak bekerja. Sembari meloloskan kepalanya melalui kerah sweater, Tara berjalan keluar kamar, lalu mengetuk pelan pintu kamar Ayra. Hening. Adiknya masih lelap sekali. Tidak ingin berlama-lama, ia melirik jam dinding untuk terakhir kalinya sebelum pergi memulai akhir pekannya. 


gambar diambil dari:
https://cdn.hellosehat.com/wp-content/uploads/2017/05/telur-mentah.jpg?x54339

Komentar