#4 Libur Sabtu


o8.00

Tanganku menggapai asal ke sisi kanan tempat tidur, mencari remote AC yang biasanya terselip di antara kepala dan badan ranjang, atau terjatuh. 

Ah, ini dia!

Demi penghematan biaya listrik, pendingin ruangan, terutama yang ada di dalam kamar, biasa kumatikan kecuali saat tidur malam. Aku tahu diri juga dengan anggaran rumah tangga Mas Tara yang pasti jadi makin tinggi sejak aku memutuskan tinggal di sini. Habis, mau bagaimana lagi, Mas Tara juga tidak mengizinkan aku untuk berkontribusi membayar biaya hidup kami. Dia paling-paling mengizinkan aku memakai uangku untuk layanan delivery makanan, itu pun lebih sering aku yang menikmati.

Perutku jadi lapar. Mas Tara sudah bangun belum ya?

Di meja dapur bahan-bahan masakan tersusun rapi. Bawang merah, bawang putih, margarin, kacang polong, jagung pipil, tempat bumbu dapur, sosis, dan telur ayam. Beserta selembar kertas dengan tulisan tangan yang familiar.

"Masak sendiri ya, sorry gue buru-buru. Mau pacaran."   

Mas Tara. Nyebelin. 

Aku mengambil dua telur ayam dan menggoreng telur mata sapi seadanya, lalu mengambil nasi hangat ke piring.

  Mas Tara
 Udah bangun?

 You
 Udh. Mau sarapan.

 Mas Tara
 Masih inget kan Dek cara masaknya?

 You
 Masih. Masak telor ceplok doang sih gampang. 

 Mas Tara
 Yeee. Gue lagi makan bubur sama Tasya, mau dibawain?

 You
 Gausah, Mas. Abis ini gw mau jalan kok. 

 Mas Tara
 Sama siapa?

 You
 Sendiri. Sekalian belanja rumah.

 Mas Tara
 Jam brp? Bareng aja sama gw sama Tasya.

 You
 Males ah jd nyamuk.

 Mas Tara
 Makanya.. 

 You
 Apa?

 Mas Tara
 Pas ada yang deket, langsung gebet.

 You
 Bye.

Aku tersenyum, mensyukuri kenyataan bahwa di tengah hari-hari Mas Tara yang sibuk dan padat, masih ada kesempatan untuk dihabiskan dengan Mbak Tasya. Beberapa sendok lagi sarapanku habis, setelahnya aku akan mengumpulkan baju kotor dan membawanya turun ke jasa penatu di lantai bawah apartemen, sekalian pergi ke luar untuk belanja kebutuhan rumah.

Rencana berenang? Sudah menguap bersamaan dengan harapan makan nasi goreng buatan Mas Tara.

. . .

"Libur, neng?" sapa Bu Asmi sambil menimbang cucian kotor yang aku serahkan. "Baju yang kemarin udah ibu kasih ke anak ibu yang di kampung, neng. Seneng banget, masih bagus-bagus. Makasih ya, neng."

"Hehe sama-sama bu, syukurlah kalau anaknya suka." aku mengangguk, tak sampai sebulan lalu aku mengumpulkan baju-baju yang sudah jarang kupakai sebagai bagian dari percobaan gaya hidup minimalis. Salah satu komunitas kelas yang aku kelola memang khusus mempromosikan minimalisme, menurut mereka yang sudah menjalankan, gaya hidup ini membuat diri mereka lebih sehat secara emosional dan bahagia. Saat Mbak Tasya melihat aku membereskan baju-bajuku, dia jadi ikut-ikutan juga. Banyak baju hasil endorse yang biasanya hanya dipakai satu dua kali untuk kepentingan foto, disumbang ke anak Bu Asmi. Barangkali baju-baju itu yang disebut masih bagus-bagus oleh Bu Asmi, bajuku kebanyakan hanya kaos dan hoodie, paling banter cuma casual dress yang biasanya kubeli karena sedang diskon di department store.

"Ini ya, neng," Bu Asmi menyerahkan nota, aku berterima kasih dan memasukkannya ke dompet.

Kakiku berjalan lambat ke gerbang apartemen, sembari berjalan, aku memanggil layanan ojek online untuk pergi menuju pasar swalayan. Sekarang masih pukul sebelas, hari libur baru saja dimulai.

Sumber gambar: https://www.pexels.com/photo/fried-egg-with-seasonings-722223/

Komentar