#2 Unit 417
Aku bertanya-tanya apa semua orang mengalami dilema yang sama sehari sebelum hari libur kerja, antara memilih untuk terjaga sampai larut atau lekas tidur supaya hari libur besok bisa optimal dinikmati sejak pagi. Sekarang aku bingung apakah sebaiknya melanjutkan kegiatan scrolling Instagram ria atau segera tidur agar bisa mulai berenang pagi-pagi.
Eh, ada instagram Mbak Tasya di feed-ku. Dengan followers lebih dari setengah juta akun, Mbak Tasya sudah punya gelar "influencer" yang membuat hidupnya otomatis lebih mudah dibandingkan rakyat jelata Instagram seperti aku dan 90-an persen pemilik akun Instagram yang lain. Mulai dari voucher makan, menginap di hotel, sampai berbagai macam barang rutin didapatnya secara cuma-cuma. Tidak gratis sepenuhnya, sih, toh masih ada kewajiban melakukan posting dan menyebut si empunya brand di akun media sosial.
Mbak Tasya
Ra, Tara udah sampe?
Speaking of the devil..
You
Belom, Mbak. Kenapa? Ngga ada kabar dia?
Mbak Tasya
Tadi pas keluar kantor aja. Kamu udh makan?
You
Ah palingan ngebluk di busway. Belom, Mbak :(
Belom dua kali.
Mbak Tasya
:))
You
Nanti kalau Mas Tara pulang, gw suruh kabarin Mbak.
Mbak Tasya
Thanks, Ra.
Kadang aku heran sendiri dengan hubungan Mas Tara dan Mbak Tasya. Mbak Tasya yang populer dan perhatian kok bisa-bisanya pacaran sama Mas Tara yang kaku dan nggak ada terkenal-terkenalnya sama sekali. Namun, di balik semua kesibukan dan kekakuannya, aku sendiri bisa melihat sayangnya Mas Tara ke Mbak Tasya. Cara dia melihat Mbak Tasya itu, loh, mirip seperti anak kecil yang pertama kali lihat pelangi. Bedanya, Mas Tara menunjukkan kekaguman yang sama bukan cuma pertama kali, tapi setiap kali.
Suara pintu dibuka. Mas Tara pulang! Aku melirik jam weker di sisi tempat tidurku. Sudah lewat pukul 11 malam.
"Eh, Ra. Belum tidur?" Mas Tara menyapa sambil membuka sepatunya. "Jadi delivery apa?"
Aku duduk di ruang tengah dan memandangi Mas Tara yang kemejanya sudah kusut bergerak ke meja dapur. "Kebon sirih." aku menyebut langganan nasi goreng kambing favorit kami. "Udah dingin tapi, Mas. Mau gue angetin nggak? Lo mandi sana."
"Mau makan terus tidur aja gue."
"Jorok."
"Ini porsinya emang segini sekarang?" Mas Tara berujar heran saat melihat piring berisi nasi goreng di atas meja.
Aku menoleh, "Hehe. Abisnya lo kelamaan, gue udah keburu laper lagi, jadi gue sendokin dikit-dikit."
"Ini udah tinggal setengahnya, Deeeek..."
"Sorry Maaaas.. abisnya gue laper. Makanan di kulkas juga udah pada abis."
Suara denting sendok beradu dengan piring mulai terdengar, "Ya beli lah. Sekalian gue nitip kentang goreng dong sama sosis kalo lo belanja." Mas Tara menukas dengan mulut yang sedang mengunyah. "Uang udah habis?"
"Masih. Tenang aja."
"Beneran? Bilang kalo udah abis."
"Iyee. Ya udah gue mau tidur dulu. Lo kabarin Mbak Tasya, jangan lupa."
"Hm."
Aku berjalan kembali ke kamar tidur sambil memasukkan agenda belanja kebutuhan rumah sebagai salah satu kegiatan Hari Sabtu besok. Berarti pagi-pagi aku akan berenang, lalu makan nasi goreng buatan Mas Tara, pergi belanja bulanan, dan mungkin--kalau aku tidak terlalu malas--memasak untuk makan malam. Yep, it's settled!
Sumber gambar:
https://www.pexels.com/photo/bed-bedroom-blur-clean-305557/

Komentar
Posting Komentar